BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Institusi pendidikan dewasa ini
sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran proses pendidikan, khususnya di
Indonesia. Apalagi Institusi pendidikan
itu dikaitkan dengan konsep Islam, Institusi pendidikan Islam merupakan suatu
wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya
demi tercapainya cita-cita umat Islam.
Keluarga,
masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan Institusi-Institusi pendidikan
Islam yang mutlak diperlukan disuatu negara secara umum atau disebuah kota
secara khususnya, karena Institusi-Institusi itu ibarat mesin pencetak uang
yang akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, begitu juga para pencetak
sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman.
Pembahasan
Institusi pendidikan Islam tidak hanya berhenti di definisi dan contoh Institusi
pendidikan Islam saja, namun pembahasan Institusi pendidikan Islam sangat luas
yaitu berkisar pada prinsip-prinsip, tanggung jawab, dan tantangan Institusi
pendidikan Islam Dalam Transformasi Sosial Budayapun menjadi pembahasan ruang
lingkup Institusi pendidikan Islam ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian dan bentuk-bentuk Institusi
pendidikan islam?
3. Bagaimana tanggung jawab dalam Institusi
pendidikan islam?
4. Bagaimana peran keluarga sebagai Institusi
pendidikan islam?
5. Bagaimana peran masjid sebagai Institusi
pendidikan islam?
6. Bagaimana peran pondok pesantren sebagai Institusi
pendidikan islam?
7. Bagaimana peran madrasah sebagai Institusi
pendidikan islam?
8. Apa
saja tantangan Institusi pendidikan islam dalam transformasi sosial budaya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Institusi
Pendidikan Islam
Institusi menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah bakal dari sesuatu, asal mula yang akan menjadi sesuatu, bakal, bentuk,
wujud, rupa, acuan, ikatan, badan atau organisasi yang mempunyai tujuan jelas
terutama dalam bidang keilmuan.
Menurut ensiklopedi Indonesia, Institusi pendidikan
yaitu suatu wadah pendidikan yang dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang
diinginkan.
Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi
badan/ Institusi pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena
sesuatu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar
proses pendidikan dapat berjalan dengan wajar.
Secara terminology Institusi pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam, Institusi pendidikan itu mengandung
konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan
adanya norma- norma dan peraturan- peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan
itu sendiri.
Pendidikan islam termasuk
masalah sosial, sehingga dalam keInstitusiannya tidak lepas dari Institusi-Institusi
sosial yang ada. Lemmbga juga disebut institusi atau pranata. Maksud Institusi
sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relative tetap atas
pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi yang terarah dalam mengikat
individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya
kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Secara konsep, Institusi sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1)
asosiasi, misalnya universitas atau persatuan, (2) organisasi khusus, misalnya
penjara, rumah sakit dan sekolah, (3) pola tingkah laku yang telah menjadi
kebiasaan, atau pola hubungan sosial yang mempunyai tujuan tertentu. Dalam
islam, pola tingkah laku yang telah meInstitusi pada jiwa setiap individu muslim
mempunyai dua bagian, yaitu Institusi yang tidak dapat berubah dan Institusi
yang dapat berubah.
a. Institusi yang Tidak Dapat Berubah
1. Rukun
iman, Institusi kepercayaan manusia kepada Tuhan, malaikat, kitab, rasul, hari
akhir, dan takdir.
2. Ikrar
keyakinan (bacaan syahadat), Institusi yang merupakan pernyataan atas
kepercayaan manusia.
3. Thaharah,
penyucian manusia dari segala kotoran lahir dan batin.
4. Shalat.
5. Zakat.
6. Puasa.
7. Haji.
8. Ihsan,
Institusi meningkatkan amal dan ibadah manusia.
9. Ikhlas,
Institusi pendidikan rasa dan budi sehingga tercapai suatu kondisi kenikmatan
dalam beribadah dan beramal.
10. Takwa,
cara untuk membedakan tingkat dan derajat.
b. Institusi
yang Dapat Berubah
1. Ijtihad,
upaya yang sungguh-sungguh dalam merumuskan suatu keputusan masalah.
2. Fikih,
Institusi hukum islam yang dupayakan oleh manusia melalui Institusi ijtihad.
3. Akhlak.
4. Institusi
ekonomi.
5. Institusi
pergaulan sosial.
6. Institusi
politik.
7. Institusi
seni.
8. Institusi
Negara.
9. Institusi
IPTEK.
10. Institusi
pendidikan.
Jadi, Institusi pendidikan islam adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan
untuk mengembangkan Institusi-Institusi sosial, baik yang permanen maupun yang
berubah-ubah.
B. Prinsip-prinsip Institusi Pendidikan
Islam
1. Prinsip
pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api
neraka. (Q.S. at-tahrim: 6)
2. Prinsip
pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiiki keselarasan
dan keseimbangan hidup bahagia dunia akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi
orang yang beriman dan bertakwa. (Q.S. al-baqarah: 201, al-qashash: 77)
3. Prinsip
pembentukkan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan
ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya umtuk menghambakan
diri pada Khaliknya. (Q.S. al-Mujadilah: 11).
4. Prinsip
amar ma’ruf dan nahi munkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu
kenistaan. (Q.S. ali Imran: 104, 110)
5. Prinsip
pengembangan daya fikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak
didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.
C. Tanggung Jawab Institusi Pendidikan
Islam
Seorang
ahli filsafat antropologi dan fenomenologi bernama Langeveld, menyatakan bahwa
yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan adalah:
1. Institusi Keluarga yang mempunyai
wewenang bersifat kodrati.
2. Institusi Negara yang mempunyai wewenang
berdasarkan undang-undang.
3. Institusi Gereja yang mempunyai wewenang
berasal dari amanat Tuhan.
Sebaliknya, Ki Hajar Dewantara (RM Soewardi
Soerjaningrat) memfokuskan penyelenggara Institusi pendidikan dengan
“Tricentra” yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat
pendidikan yang amat penting baginya. Tricentra itu ialah:
a. Alam Keluarga yang membentuk Institusi
pendidikan keluarga.
b. Alam Perguruan yang membentuk Institusi
pendidikan sekolah.
c. Alam Pemuda yang membentuk Institusi
masyarakat.
Menurut Sidi Gazabla, yang berkewajiban menyelenggarakan Institusi pendidikan
adalah:
a. Rumah Tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase
kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat,
famili, saudara-saudara,teman sepermainan dan kenalan pergaulan.
b. Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak
mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut.
Pendidiknya adalah guru yang profesional.
c. Kesatuan Sosial, yaitu pendidik tertier yang merupakan pendidikan
yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat-
istiadat, suasana masyarakat setempat.
D. Keluarga sebagai Institusi
Pendidikan Islam
Menurut al-Nahlawi, kewajiban orang tua dalam pendidikan anak-anaknya adalah:
(1) menegakkan hukum-hukum Allah SWT pada anaknya, (2) merealisasikan
ketentraman dan kesejahteraan jiwa keluarga, (3) melaksanakan perintah agama
dan perintah Rasulullah SAW, (4) mewujudkan rasa cinta kepada anak-anak melalui
pendidikan.
Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya
adalah: (1) dasar pendidikan budi pekerti, (2) dasar pendidikan sosial; melatih
anak dalam tat cara bergaul yang baik terhadap lingkungannya, (3) dasar
pendidikan intelek, (4) dasar pembentukkan kebiasaan; membiaakan kepadaa
anaknya agar hidup bersih, teratur, tertib, disiplin, rajin yang dilaksanakan
secara berangsur-angsur tanpa paksaan, (5) dasar pendidikan kewarganegaraan;
memberikan norma nasionalisme dan patriotism, cinta tanah air daan berperikemanusiaan
yang tinggi, (6) dasar pendidikan agama; melatih dan mambiasakan ibadah kepada
Allah SWT.
Hasil pendidikan yang disampaikan oleh ayah dan ibu memiliki corak yang
berbeda. Perbedaan itu ialah:
1. Ayah
Ayah merupakan sumber kekuasaan yang memberikan pendidikan anaknya tentang
manajemen dan kepemimpinan, memberikan perasaan aman dan perlindungan, sehingga
ayah memberikan pendidikan sikap yang bertanggung jawab dan waspada. Ayah
memberikan pendidikan berupa sikap tegas, berlaku rasional sehingga
menghasilkan kecerdasan intelektual.
2. Ibu
Ibu sebagai sumber kasih saying yang memberikan pendidikan sifat ramah tamah,
asah, asih, dan asuh kepada anaknya, menciptakan suasana dinamis dan harmonis,
dan sebagai pendidik bidang emosi anak yang dapat mendidik anaknya berupa
kepekaan daya rasa dalam memandang sesuatu, yang melahirkan kecerdasan
emosional.
E. Masjid sebagai Institusi Pendidikan
Islam
Secara harfiah, masjid adalah “tempat untuk bersujud”. Secara terminology,
masjid adalah tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas.
Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit, tidak sebagaimana zaman Nabi
Muhammad SAW. Hal itu terjadi karena Institusi sosial keagamaan semakin
memadat, sehingga masjid terkesan sebagai tempat sholat saja. Pada mulanya,
masjid merupakan sentral kebudayaan Islam, pusat organisasi kemasyarakatan,
pusat pendidikan, dan pusat pemukiman, serta tempat ibadah dan i’tikaf.
Implikasi masjid sebagai Institusi pendidikan islam adalah: (1) mendidik anak
untuk tetap beribadah kepada Allaah SWT, (2) Menanamkan rasa cinta kepada ilmu
pengetahuan dan menanamkan solidaritas, mentadarkan hak dan kewajiban sebagai
insane pribadi, sosial dan warga Negara, (3) memberikan rasa ketentraman,
kekuatan, dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan
kesabaran, perenungan, optimisme, dan mengadakan penelitian.
F. Pondok Pesantren sebagai Institusi
Pendidikan Islam
Kehadiran kerajaan Bani Umayyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga
anak-anak masyarakat islam tidak hanya belajar di masjid tetapi juga pada Institusi-Institusi
yang ketiga, yaitu “kuttab” (pondok pesantren).
Di Indonesia, istilah
kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondik pesantren”, yaitu suatu Institusi
pendidikan islam, yang di dalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid untuk
menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung dengan adanya pemondokkan
atau asrama sebagai tempat tinggal santri.
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah: (1) tujuan umum, yaitu membimbing
anak didik untuk menjadi manusia yang berkpribadian Islam, yang dengan
ilmunya dia dapat menjadi mubaligh dalam masyarakat sekitar, (2) tujuan Khusus,
yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang
diajarkan oleh kiai dan mendakwahkannya dalam masyarakat.
Sebagai Institusi yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki
model-model pengajaran:
1. Metode
wetonan (halaqah). Kiai membacakan kitab, para santri juga menyimak bacaan kiai
pada kitab masing-masing.
2. Metode
sorogan. Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah
kitab pada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu
langsung dibenarkan oleh kiai.
3. Pada
tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai Institusi
pendidikan islam yang mumpuni, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal
ataupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren melakukan beberapa inovasi,
yaitu: (1) mulai akrab dengan metodologi modern, (2) terbuka atas perkembangan
di luar dirinya, (3) diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka,
sekaligus membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata
pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja, (4)
berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
G. Madrasah sebagai Institusi
Pendidikan Islam
Madrasah
sebagai Institusi pendidikan Islam muncul dari penduduk “Nisapur” tetapi
tersiarnya melalui menteri Saljuqi yang bernama “Nizam Am-Mulk” yang mendirikan
madrasah Nizomiyah (th 1065). Selanjutnya Gibb dan Krames menuturkan bahwa
pendiri madrasah terbesar setelah Nizam Al-Mulk adalah Shalahuddin Al-Ayyuni.
Kehadiran
madrasah sebagai Institusi pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat
latar belakang, yaitu :
1. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan
sistem pendidikan Islam.
2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren
kearah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh
kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
3. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat
Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan
mereka.
4. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem
pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren disistem pendidikan modern
dari hasil akulturasi.
H.
Tantangan Institusi Pendidikan Islam dalam Transformasi Sosial Budaya
Transformasi
sosial budaya berarti modifikasi dalam setiap aspek proses sosial budaya, pola
sosial budaya, bentuk-bentuk sosial budaya. Perubahan ini bersifat progresif
dan regresif, berencana dan tidak, permanen dan sementara, undirectional dan
multidirectional, menguntungkan dan merugikan.
Bentuk-bentuk
transformasi sosial budaya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Evolusi Sosial (Sosial Evolution)
Perkembangan
gradual, yaitu perkembangan wajar karena adanya kerja sama yang harmonis antara
manusia dan lingkungannya. Perubahan ini dibedakan atas :
a. Evolusi Kosmis (Cosmis Evolution), yaitu perubahan alamai yang tumbuh berkembang,
mundur lalu pudar.
b.Evolusi Organis (Organic Evolution), yaitu perubahan untuk mempertahankan diri dari
kebutuhannya dalam lingkungan yang berkembang.
c. Evolusi Mental (Mental Evolution) yaitu menyangkut perubahan pandangan dan sikap
hidup.
2. Gerakan Sosial (Sosial Mobility)
Suatu
keinginan akan perubahan yang diorganisasikan karena dorongan masyarakat ingin
hidup dalam keadaan yang lebih baik dan lebih cocok dengan keinginannya.
3. Revolusi Sosial (Sosial Revolution)
Suatu
perubahan paksaan yang umumnya didahului oleh ketidakpuasan yang menumpuk tanpa
pemecahan dan analisis, sehingga jurang antara harapan dan pemenuh kebutuhan
menjadi semakin lebar tak terjembatani.
Bentuk-bentuk
tantangan yang dihadapi dalam pendidikan Islam adalah :
a. Politik
Kehidupan
politik khususnya politik negara banyak berkaitan dengan masalah cara negara
itu membimbing, mengarahkan dan mengembangkan kehidupan bangsa jangka panjang.
Suatu Institusi pendidikan yang tidak bersedia mengikuti politik negara, akan
mendapatkan tekanan (presure) terhadap cita-cita keInstitusian dari politik
tersebut.
b. Kebudayaan
Suatu
perkembangan kebudayaan dalam abad modern saat ini tidak dapat terhindar dari
pengaruh kebudayaan bangsa lain. Kondisi semacam ini menyebabkan proses
akulturasi, yaitu faktor nilai yang mendasari kebudayaannya sendiri
sangat menentukan keeksistensian kebudayaan tersebut. Dalam menghadapi hal yang
tidak diinginkan, dibutuhkan sikap kreatif dan wawasan pengetahuan yang dapat
menjangkau masa depan bagi eksistensi kebudayaan dan kehidupannya.
c. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Teknologi
sebagai ilmu terapan merupakan hasil kemajuan kebudayaan manusia, yang banyak
bergantung pada manusia yang menggunakannya, dan Institusi pendidikan kita
dituntut agar mampu mendasari teknologi tersebut dengan norma-norma agama
sehingga hasil teknologi manusia berdampak positif bagi kehidupan.
d. Ekonomi
Ekonomi
merupakan tolak punggung kehidupan bangsa yang dapat menentukan maju mundurnya
suatu proses pembudayaan bangsa. Perkembangan ekonomi banyak diwarnai oleh
sistem pendidikan, demikian sebaliknya. Di sini pendidik dituntut untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, sehingga diadakan “ekonomi penddikan”
sebagai perencanaan pendidikan dalam sektor ekonomi.
e. Masyarakat dan Perubahan Sosial
Perubahan
yang terjadi dalam sistem kehidupan sosial sering kali mengalami ketidakpastian
tujuan serta tak terarah tujuan yang disepakati. Di sinilah pendidik sebagai
pengarah yang rasional dan konstruktif, sehingga problem-problem sosial dapat
dipecahkan mengingat Institusi pendidikan Islam sebagai Institusi
kemasyarakatan yang berfungsi sebagai “agen sosial of change”.
f. Sistem Nilai
Sistem
nilai dijadikan tolak ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang
mengandung potensi pengendali, namun sekarang perubahan itu menghilangkan nilai
tradisi yang ada, Institusi pendidikan di sini sangat diperlukan karena salah
satu fungsi Institusi pendidikan yaitu mengawetkan sistem nilai yang telah
dikembangkan oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi, dari pembahasan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa Institusi pendidikan Islam itu adalah suatu wadah, atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam. Institusi pendidikan Islam itu
diantaranya adalah Keluarga, mesjid, pondok pesantren dan madrasah. Institusi
yang melekat pada jiwa umat muslim ada 2 bentuk, bentuk pertama yaitu Institusi
yang tidak dapat dirubah dan bentuk kedua yaitu Institusi yang dapat dirubah.
Adapun prinsip-prinsip Institusi pendidikan Islam
diantaranya yaitu :Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang
membawa manusia pada api neraka, Prinsip pembinaan umat manusia menjadi
hamba-hamba allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di
dunia dan di akhirat sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan
bertakwa yang senantiasa memanjatkan doa sehari-harinya, Prinsip pembentukan
pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu
pengetahuan, Prinsip amar ma’ ruf dan nahi mungkar dan membebaskan manusia dari
belenggu-belenggu kenistaan, Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya
rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan
daya cipta dan karsanya.
Institusi pendidikan Islam mempunyai
tantangan-tantangan yang harus dihadapi, yaitu dalam bidang Politik,
Kebudayaan, Iptek, Ekonomi, Masyarakat dan Perubahan Sosial, serta Sistem
Nilai, dan semua itu harus dinetralisir agar dapat jalan beriringan dan saling
mendukung di antara keduanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Mujib, Abdul, Dr., M.Ag., dan Jusuf Mudzakkir, Dr., M.Si., Ilmu
Pendidikan Islam, Cet. Kedua, Jakarta: Kencana, 2006
Tim Prima Pena, tth. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ttp : Gita Media Press
Prof.Drs. H. Ramaijulis, 2002. Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, cet. Ke
[3]Arifin HM, Ilmu pendidikan
Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h.
39-40.